Bab 14: Menjaga Cinta dengan Sabar dan Syukur
Cinta yang Mudah Pudar
Banyak yang mengira cinta akan selalu bertahan sama indahnya seperti awal perjumpaan.
Padahal rasa bisa naik-turun.
Bisa menguat, bisa melemah.
Cinta bisa memudar bukan karena ia hilang,
tetapi karena tidak dijaga.
Ada cinta yang hancur bukan karena orang ketiga,
melainkan karena sabar hilang,
dan syukur tak lagi hadir.
Menanamkan Sabar di Hati
Sabar bukan berarti diam tanpa usaha.
Sabar adalah menahan diri dari amarah,
menahan lisan dari kata yang menyakitkan,
dan menahan hati dari prasangka buruk.
Dalam rumah tangga, sabar berarti mengingat bahwa pasangan kita manusia biasa.
Punya salah.
Punya lelah.
Punya kekurangan.
Sabar menuntun kita untuk tidak menuntut berlebihan,
tetapi belajar memahami dengan hati yang lapang.
“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridaan Tuhannya, mendirikan shalat, menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, serta menolak kejahatan dengan kebaikan; bagi mereka tempat kesudahan (yang baik).” (QS. Ar-Ra’d: 22)
Melestarikan Syukur dalam Rumah Tangga
Syukur adalah pupuk cinta.
Tanpa syukur, cinta cepat layu.
Syukur bukan hanya saat diberi banyak,
tetapi juga ketika diberi sedikit.
Syukur bukan hanya pada momen besar,
tetapi pada hal-hal kecil yang sering dilupakan.
Ucapan terima kasih sederhana.
Senyum di tengah lelah.
Doa lirih untuk pasangan di sepertiga malam.
Semua itu adalah syukur.
Syukur menumbuhkan cinta,
karena hati yang bersyukur selalu melihat indahnya pemberian Allah.
Cinta yang Bertahan Karena Allah
Pada akhirnya, cinta manusia lemah.
Ia bisa retak oleh ujian.
Ia bisa hilang oleh dunia.
Yang membuat cinta bertahan bukanlah rupa, harta, atau kata-kata.
Yang membuatnya bertahan adalah niat karena Allah.
Jika sabar dijadikan pakaian,
dan syukur dijadikan nafas,
maka cinta akan tetap kokoh, meski badai datang silih berganti.
“Apabila mereka sabar dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Hūd: 115)