« Home Seusai Halal Daftar Isi »

Bab 1: Menapaki Gerbang Halal


Harapan Indah Setelah Akad

Bagi banyak orang, akad terasa sebagai puncak.
Doa yang lama dipanjatkan akhirnya terjawab.
Rasa lega hadir, seakan semua sudah selesai.

Padahal akad bukan akhir.
Ia hanyalah awal.
Gerbang pertama dari perjalanan panjang yang bernama pernikahan.

Di situlah banyak hati keliru.
Mengira bahagia akan datang begitu saja.
Mengira halal berarti tanpa ujian.
Padahal justru setelah halal, ujian dimulai.


Realitas dan Ekspektasi

Cinta yang dahulu hanya kata manis, kini menuntut bukti.
Janji yang dahulu ringan terucap, kini harus dijaga dengan sabar.
Harapan yang dahulu tampak sederhana, kini menyingkap kenyataan yang kadang tak sesuai bayangan.

Akan ada tawa, tapi juga air mata.
Ada doa yang terkabul, tapi juga ada ujian yang menunggu.
Itulah wajah asli dari halal: manis dan getir, bahagia dan letih—semuanya berjalan bersama.


Cinta yang Menjadi Amanah

Setelah halal, cinta tidak lagi sekadar rasa.
Ia berubah menjadi amanah.
Tugas yang harus dijaga, bukan sekadar dinikmati.

Allah tidak menjadikan halal hanya untuk memenuhi keinginan manusia.
Ia menjadikannya sebagai ladang amal, tempat menumbuhkan sabar, dan lahan luas untuk melatih syukur.

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rūm: 21)

Awal Perjalanan Baru

Pernikahan bukan tujuan akhir.
Ia hanyalah titik berangkat.

Setelah halal, cinta diuji:
Apakah hanya sebatas ingin memiliki,
atau sungguh karena Allah?

Apakah sekadar mencari bahagia,
atau siap untuk sabar di saat-saat sulit?

Di gerbang halal ini kita belajar,
bahwa menjaga lebih berat daripada mendapatkan.
Dan hanya dengan sabar serta syukur, cinta bisa tetap bertahan.